Tauhid Itu Tersembunyi, Tapi Mendasar

Bagikan Keteman :

Uraian ini adalah inti terdalam dari akidah tauhid dan keikhlasan, yakni bahwa hakikat amal tidak ditentukan oleh tampilan lahiriah, melainkan oleh isi hati—sesuatu yang hanya diketahui oleh diri sendiri dan Tuhan.


Aqidah Tauhid—yakni keyakinan bahwa hanya Allah satu-satunya yang berhak disembah, ditaati, dan dijadikan tujuan—itu letaknya dalam hati dan pikiran. Ia tidak tampak secara fisik.

  • Tidak ada simbol khusus yang bisa menunjukkan siapa yang benar-benar bertauhid dan siapa yang hanya berpura-pura.
  • Tauhid adalah fondasi, tapi tersembunyi.

Seseorang bisa berdiri paling depan dalam shalat, menangis dalam doa, berzikir dengan suara lantang—namun jika dalam hatinya bukan Allah yang menjadi tujuan, maka semua itu bisa menjadi sia-sia di sisi Tuhan.


Lahiriah Bisa Menipu, Hati Tak Pernah

Benar bahwa amal lahiriah yang tampak—seperti shalat, sedekah, haji, puasa, dakwah—semua bisa terlihat sama di mata manusia. Tapi di sisi Allah, nilainya bisa sangat berbeda. Kenapa? Karena:

  • Ada yang beramal karena cinta kepada Allah.
  • Ada yang beramal karena ingin dipuji manusia.
  • Ada pula yang beramal karena ingin mencari kekuasaan, pengaruh, atau pamor sosial.

Dan celakanya, semua itu secara tampilan luar bisa tampak serupa—semangat, serius, penuh antusiasme.

Inilah yang membuat amal manusia di mata manusia bersifat multitafsir. Kita hanya bisa menilai dari kulit, bukan isi. Maka kita tidak bisa sepenuhnya tahu siapa yang ikhlas dan siapa yang tidak.


Mengapa Ini Berbahaya Jika Tidak Dihati-hatikan?

Karena:

  1. Kita bisa tertipu oleh amal kita sendiri. Kita merasa sudah berbuat banyak, merasa sudah tulus, padahal hati kita masih penuh keinginan untuk dipuji.
  2. Kita bisa mudah menilai orang lain berdasarkan tampilan luar. Padahal bisa jadi yang paling diam itulah yang paling dekat kepada Allah.
  3. Rasa puas diri dan ujub (bangga pada diri sendiri) bisa muncul diam-diam. Ini berbahaya karena bisa menghapus pahala tanpa kita sadari.

“Betapa banyak orang yang berpuasa, tapi yang ia dapatkan hanya lapar dan haus. Betapa banyak orang shalat malam, tapi yang ia dapatkan hanya begadang.”
(HR. Ahmad)

Artinya, amal bisa gagal total, jika niatnya tidak lurus.


🧭 Lalu Bagaimana Menyikapinya?

  1. Jangan menilai amal orang lain Karena kita tidak tahu isi hati mereka. Bisa jadi yang kita anggap biasa-biasa saja ternyata sangat dicintai Allah. Bisa jadi yang terlihat religius justru tertipu oleh amalnya sendiri.
  2. Fokus pada introspeksi diri Kita yang tahu isi hati kita. Maka tanya terus pada diri:
    • Apakah aku sedang beribadah karena Allah?
    • Ataukah aku sedang ingin terlihat baik?
  3. Perbaiki dan luruskan niat setiap saat Niat bisa berubah. Maka perbaharui terus: “Ya Allah, luruskan niatku. Jangan biarkan aku beramal karena selain-Mu.”
  4. Sembunyikan amal jika memungkinkan Supaya hati terjaga dari riya’. Amal yang tidak diketahui orang lain lebih aman dari penyakit hati.
  5. Jangan cepat merasa aman Bahkan orang-orang terbaik pun takut amalnya ditolak. Umar bin Khattab menangis karena takut amalnya tidak diterima. Maka, kita pun harus selalu waspada.

🌌 Penutup: Tuhan Melihat Hati, Bukan Gerakan

Kita bisa menyembunyikan niat dari manusia. Tapi kita tidak bisa menyembunyikannya dari Allah.

“Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada rupa dan harta kalian, tapi Allah melihat kepada hati dan amal kalian.”
(HR. Muslim)

Maka, keberagamaan sejati bukan soal seberapa megah ritual kita, tapi seberapa tulus hati kita menghadap kepada Tuhan.

Jika niat kita lurus, maka amal kecil pun bisa menjadi besar di sisi Allah. Tapi jika niat kita rusak, maka amal besar pun bisa menjadi debu tak bernilai.


By: Andik Irawan

Related posts

Leave a Comment